MAKALAH
“
TEORI BELAJAR BEHAVIORISME”
Dosen
Pengampu :
Drs.Fuldiaratman,M.Pd
Disusun
Oleh :
Eka
Satria Putra (A1C116058)
Jelpapo
Putra Yanto (A1C116054)
Nurul
Sakinah (A1C116072)
PENDIDIKAN
KIMIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK
UNIVERSITAS
JAMBI
2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Psikologi pendidikan yang berjudul “teori belajar behaviorisme” ini. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Bilogi Umum di program studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan . Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs.Fuldiaratman,M,Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah psikologi pendidikan dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan manfaat positif bagi kita semua. Aamiin
Wassalamualaikum wr, wb.
Jambi , November 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Belajar merupakan kegiatan seseorang untuk melakukan aktifitas
belajar.
Menurut Piaget belajar adalah aktifitas anak bila ia berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Menurut
pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang yang telah selesai melakukan proses belajar akan menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam
belajar adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori,
teori behavioristik ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini
dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi
atau pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori behavioristik
memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan
perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu
memperlihatkan perubahan makna.
Oleh karenanya, dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran kelompok kami
menyusun makalah teori belajar menurut aliran
behaviorisme yang juga dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin
mengetahui lebih lanjut lagi tentang teori behaviorisme dan diharapkan
tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme
tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana
pendekatan behaviorisme.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat
dirumuskan dari pemaparan di atas yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan teori behaviorisme ?
2. Apa saja teori yang termasuk ke dalam pandangan
behaviorisme ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari teori behaviorisme ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari rumusan masalah yang telah dibuat adalah
:
1. Mengetahui pengertian teori behaviorisme
2. Mengetahui teori-teori yang termasuk ke dalam pandangan
behaviorisme
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori behaviorisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori
Behaviorisme
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada
tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah
segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh
karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang
diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.
2.2
Teori Dalam Pandangan Behaviorisme
Teori belajar dalam
pandangan behaviorisme ada tiga yaitu :
2.2.1 Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic
conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang dikemukakan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami
teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada dua jenis
stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a) Stimulus yang tidak
terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun (contoh: makanan).
b) Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang
sebelumnya bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi
setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel
sebelum makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi
pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar.
Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing
tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah
sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan
keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka
pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan
maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah
adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan
berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat
(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun
dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut
dilakukan pada manusia, yang ternyata ditemukan banyak refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa
belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Generalisasi,
Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor
lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa,
anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara yang mirip
dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel
dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi melibatkan
kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli
untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik merasa gugup
ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika.
Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut
akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi
kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata
pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.Deskriminasi. Organisme
merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov
memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi
yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian
dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika
menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek
yang berbeda.
Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel
berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar
bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus
menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi
belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang
bagus dan sangat termotivasi belajar.
Dalam
bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan
sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan
membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta
didik.
2.2.2 Teori Connetionisme Thorndike
Menurut Thorndike,
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu
adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling
dasar dari belajar adalah “trial and error learning or selecting and connecting
learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai
berikut :
a) Hukum Kesiapan
(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law
of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan),
maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah
koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi
lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c) Hukum akibat
(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi
sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu
perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.
Selain tiga hukum
di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu Hukum
Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude),
Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element),
Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
2.2.3 Teori Operant Conditioning dari
B.F.Skinner
Konsep-konsep yang
dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain
yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Oleh sebab itu,
untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu
memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons
yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul
sebagai akibat dari respons tersebut.
Skinner juga
mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan
lagi, demikian seterusnya. Dari semua pendukung
teori behavioristik, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
a) Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau
menegaskan perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga
jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
b) Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung
penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh
stimulus menyenangkan. Contoh, peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga
mendapat rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku
yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga
menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan adalah
pemberian sepeda.
c) Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak
menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh, peserta didik sering bertanya dan guru
menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati
guru sehingga peserta didik akan sering bertanya.
Jadi, perilaku yang ingin diulangi atau ditingkatkan adalah
sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan
adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya
karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
d) Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu
konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku
yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu
stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku mencontek
akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0
(stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan
adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus
yang tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif dan
hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan. Pada penguatan negatif,
menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan
perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus
yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang tidak
diharapkan (perilaku mencontek).
2.3
Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan Teori Behavioristik
Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Teori ini cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru
untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori
Behavioristik
Kelemahan teori
behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang
diamati dan diukur.
b) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa teori
belajar
behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada
tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, serta
memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungan, pengalaman
dan latihan yang akan membentuk prilaku mereka.
Teori belajar dalam
pandangan behaviorisme ada tiga yaitu : teori pengkondisian klasikal dari Pavlov, teori connetionisme Thorndike, teori operant conditioning dari B.F.Skinner.
Adapun kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme yaitu :
1.Kelebihan
teori Behavioristik
a) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru
untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori Behavioristik
a) Pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik, dan hanya
berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
3.2 Saran
Dari makalah ini
diharapkan dapat menjadi bekal kita nantinya sebagai calon pendidik agar
tercapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efesien.
DAFTAR
PUSTAKA
Bell, Margareth E. 1994. Belajar
dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan
Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar